Our Power In Klub

Gambar

Tittle                        : Our Power In Klub (Chapter 1)

Author         : Khaerisma

Length         : Chaptered

Genre          : romance, school life, family, sad, fantasy, Happy

Rating          : General

Main Cast    :

–        Nam Jisoo                (OC)

–        Nam Jiyoo               (OC)

–        Nam Baekhee          (OC)

–        Byun Baekhyun

Cast             :

–        Oh Sehun

 Poster by KaGe

Please to comen after/before reading this fanfiction

 

 

-Happy Reading-

 

Chapter 1

 

Napas Jisoo tertahan sejenak ketika Sehun dilihatnya sedang membawa sepedanya keluar dari parkiran sekolah. Melihat wajah tampan itu sekilas saja, sudah membuat dadanya bergemuruh. Tiba-tiba sekolah yang sunyi itu terasa sesak oleh kegugupan. Meski Jisoo begitu terpancung oleh gejolak rasa itu, ia tetap memberanikan diri untuk memanggil namja itu.

 

Sehun pov

 

“Hey, Berhenti! tunggu aku!” kudengar seorang yeoja berteriak kepada seseorang sepulang sekolah. Aku tak tahu siapa yang ia panggil,  aku tak mempedulikannya. Langsung saja aku siap-siap mengayuh sepedaku tanpa mempedulikan yeoja yang berteriak itu.

 

“Sehun! Kau tidak mendengarku? Aku bilang ber-hen-ti!” ucap yeoja itu kesal berteriak sekeras mungkin. Oh, ternyata dia memanggilku. Aku tak peduli. ‘Walaupun kau berteriak terus, aku tidak peduli.’ Ucapku dalam hati sambil mulai mengayuh sepedaku.

 

“Sehun!” yeoja itu berteriak semakin keras lagi melihat aku semakin lama semakin jauh, dia berlari secepat kilat hingga berhasil menghadangku tepat didepanku.

 

“Hey, jangan halangi jalanku. Cepat minggir!” bentakku padanya.

 

Sial, dia tidak menuruti perintahku, aku berkata sekali lagi, “Cepat minggir. Kalu tidak aku akan menabrakmu!”. Yeoja ini membuatku muak, hingga aku lepas control dan membuatku segera menabraknya  dengan sepedaku hingga membuatnya jatuh. Setelah aku sadar akan perbuatanku ini, dan melihat dia jatuh sambil mengeluarkan air matanya, aku jadi merasa bersalah. “Mian.” Kataku minta maaf dan mengulurkan tanganku setelah menyenderkan sepedaku dibalik dinding pagar sekolah *masih didaerah sekolah*.

 

“Ne.” Jawabnya sembari menerima uluran tanganku. Kurasakan tangannya, membuat jantungku kini berdetak kencang tak karuan. Aku memang mengenalnya, yeoja itu sekelas denganku. Nam Jisoo, itulah namanya. Dia itu pintar, tapi sayangnya dia itu tipe orang cengeng.

 

“Mau apa kau mencariku? Kurang kerjaan!” ucapku melepaskan tangan kami yang sempat bersentuhan dan Jisoo jatuh lagi karena dia masih mengandalkan tanganku tadi.

 

“Aduh, kau ini bagaimana? Gara-gara kamu aku jadi jatuh bangun selama dua kali.” Kata Jisoo memarahiku. Aku tetap diam saja tetapi mengulurkan tanganku lagi untuk membantunya berdiri.

 

“Sudah, tidak usah. Aku bisa bangun sendiri.” Kata Jisoo menolak uluran tanganku dengan cara yang kejam. Dia menampar tanganku yang indah ini #pedebanget. Karena saking sakitnya tamparan itu, aku muak dengan yeoja ini. Langsung saja aku pergi meninggalkan yeoja ini.

 

“Tunggu, maafkan aku. Tapi aku ingin kau mengantarkanku pulang!” dia memohon padaku sambil mengelap air matanya. Aku menghentikan kayuhanku dan hanya menjawab sinis. “Kenapa? Bukankah ada kembaranmu itu? Atau eonnie mu? Apa kau lupa?”

 

“Oh, mereka? aku tidak melupakannya. mereka sudah pulang duluan.” Jisoo berkata dengan pelan.

 

“Mengapa mereka meninggalkanmu?” tanyaku dengan singkat, padat dan jelas.

 

“Kau tahu? …”  “Tidak!” aku memotong kata-katanya karena aku ingin segera pulang kerumah dan berbaring di kasurku.

 

“Aku belum selesai bicara!” Ucapnya sembari muka marah.

 

“Oh, mian. Makannya bicaralah dengan cepat! Aku ingin pulang.” bentakku ikut memarahinya.

 

“iya. Begini, kami sudah pernah mengambil keputusan. Jiyoo pulang bersama eonnie, sedangkan aku dijemput eomma atau appa. Hari ini, eomma dan appa  sedang sibuk dengan pekerjaannya. Antarkan aku ya. Kaulah satu-satunya harapanku, jika tidak, aku akan harus menunggu hingga malam nanti” Jisoo memohon padaku dengan tangan memohon.

 

Karena aku tidak tega dengannya, dan telah membuatnya jatuh tadi, aku bersedia.”Oh. Begitu. Baiklah. Berjanjilah besuk kau tidak menjahiliku lagi.”

 

“Gomawo Sehun oppa” aku kaget dengan kata itu. Oppa, begitulah dia memanggilku. Aku mencoba mengecek dengan bertanya, “Apa? Apa aku tidak salah dengar? Kau memanggilku oppa?”

 

“Ya, kau kan lebih tua dariku. Ya walaupun hanya 3 bulan sih. Apa tidak pantas jika aku memanggilmu oppa?” ternyata benar. Dia memanggilku oppa. Tanpa pikir panjangaku menjawab, “Pantas kok. Cepatlah naik. Jika tidak, aku akan meninggalkanmu disini.”

 

“Tunggu aku oppa” kata Jisoo lalu naik di sepedaku. Kurasa, dia tidak berpegangan padaku, melainkan hanya pada bagian ‘sedel’ sepedaku. Aku seperti merasakan kekecewaan, tetapi rasa kecewa itu telah hilang karena kalah oleh rasa senangku ini.

 

Jisoo pov

 

Terimakasih ya tuhan. Kau telah menolongku. Aku senang Sehun mengantarkanku pulang. Aku ingin dia menjadi namjaChiguku. Tapi… apa mungkin cintaku ini hanya akan bertepuk sebelah tangan? Karna, selama ini, dia terlihat dingin jika bersamaku, mungkin karena aku suka menjahilinya, atau….. apalah aku tidak tahu. Bukan hanya itu, mungkin aku tidak diperbolehkan eomma dan appa mempunyai namjaChigu.

 

Sehun pov

 

Hari ini, aku beruntung. Dekat dengan orang yang aku sukai, dan sekarang dia minta aku untuk mengantarnya pulang. Walaupun dia suka menjahiliku, entah karena apa aku jadi tambah menyukainya. Saat dia menjahiliku ya kami satu kelas, nampak , aku tidak ingin dia tahu kalau aku menyukainya. Maka dari itu, aku harus selalu bersikap dingin padanya untuk menutupi rasa ini padanya walaupun sikap dinginku ini tidak seperti sikap dingin sebenarnya. Bayangkan, bagaimana bisa aku bersikap dingin jika aku tipe orang periang? Akan susah untukku menghilangkan sikap periangku. Jika saja aku mengatakan perasaanku padanya, mungkin dia akan menolakku dengan mentah, karena aku yakin kalau dia tidak mempunyai perasaan yang sama sepertiku.

 

Jisoo pov

 

…. setelah sampai rumah Jisoo…..

 

“Gomawo oppa.” Ucapku gembira meninggalkan Sehun sambil melambaikan tanganku padanya. Namun, sayangnya Sehun hanya berkata ,”Ne” dia menjawab singkat. huh, dia seperti biasanya, jawabannya selalu singkat.

 

(dalam rumah Jisoo)

 

“Soo-ya. kau tadi pulang dengan siapa? Aku tadi melihatmu pulang bersama namja. Kenapa kamu tidak telpon saja, eomma? Atau appa? Atau… dia itu chigu mu?” Jiyoo mengguncangkan badanku hingga aku pusing.

 

“tidak, dia bukan chiguku, dia hanya teman kelas kita. Lagi pula, aku merasa kasihan dengan eomma ataupun appa. Mereka sedang bekerja, tapi harus meninggalkan pekerjaannya hanya karena harus menjemputku.

 

“teman sekelas kita? Siapa namanya?” tanya Jiyoo penasaran atas namja tadi yang mengantar Jisoo pulang.

 

“berhentilah mengguncangkan badanku! aku jadi ingin mual!” ucapku menjelaskan dan terasa mulai mual.

 

“Oh.” Jiyoo berhenti. Aku pun langsung lari ke kamar mandi menghilangkan rasa mual ini dengan terhayun-hayun kekanan-kekiri, lenggak lenggok kekanan-kekiri.

 

……saat eomma dan appa pulang…….

 

“Soo-ya, kamu tadi pulang dengan siapa? Tidak seperti biasanya kau pulang tidak menelpon eomma atau appa terlebih dahulu!” eomma mencari cariku.di berbagai ruangan dan akhirnya ketemu.

 

“Mian eomma! Jisoo tadi membonceng teman. Tidak masalah kan eomma?” ucapku berjalan menuju eomma. Tanganku memegangi kepalaku yang masih pusing dari tadi.

 

“Ne. Eomma hanya khawatir tadi. Tapi syukurlah kau pulang dengan selamat.” Eomma memelukku dengan erat membuat alat pernapasanku sulit bekerja.

 

“tadi, aku melihat Soo-ya diantar pulang seorang namja, eomma.” Kata Jiyoo yang dari tadi ada disamping Jisoo.

 

“Kamu tadi bilang teman ya? Tapi, Yoo-ah bilang namja? Jangan bilang, itu namjaChigumu. Kamu tidak boleh mempunyai namjachigu saat ini. Ingat! Jangan sampai kau mempunyai namjaChigu. Jika punya, kau akan tahu akibatnya.” Appa tiba-tiba datang dari suatu tempat. Aku pun melepaskan pelukan eomma yang begitu menyiksaku. Sial, kenapa Jiyoo bilang kalau aku diantar pulang seorang namja. Gara-gara Yoo-ah, aku jadi dinasehati appa.

 

“Ne, appa. Tapi, mengapa Soo tidak diperbolehkan? Eonnie, oppa dan Jiyoo diperbolehkan. Mempunyai chigu! Oppa pilih kasih!” Ucapku menghindari tatapan appa yang melotot tajam kearahku.

 

“Kau itu masih kecil. Jika kau bilang sudah dewasa, itu mustahil. Lihat saja, sifatmu seperti anak kecil. Berbeda dengan eonnie mu, Jiyoo, dan oppamu, mereka itu dewasa. Ya, walaupun Appa mengijinkan mereka mempunyai chigu, mereka tetap tidak mempunyai chigu sampai saat ini. Itu artinya mereka memilih pilihannya yang terbaik yang tidak sepertimu.” Appa menjelaskan dengan sabar.

 

“Appa …” aku berusaha membela diri dari appaku ini yang tidak mengijinkan, tetapi segera diputus oleh appa. Napas appa memburu. Kulihat kerutan-kerutan di dahinya, sebagai akibat dari tatapan tajam yang dilemparnya padaku. Dengan jari telunjuk mengarah ke kamarku, appa berkata, “Ke kamarmu! Dan tidurlah!”

 

Sikap appa membuatku takut setengah mati. Dengan rasa takut dan marah yang bercampur aduk ini, aku menuruti kata-kata itu. “GLENG” Alhasil, pintu kamar aku buat bersuara keras sebagai bukti kalau aku juga ikut marah.

 

“dasar, anak itu…” kata Appa marah.

 

………3 hari kemudian……….

 

“Sehun oppa. Aku bolehkan?” aku menghampiri Sehun dengan tatapan memohon diijinkan. #lagi, lagi, dan lagi.

 

“Apa-apaan kau ini. Setiap hari selalu aku. Lagian juga, kaukan sudah berjanji supaya tidak menjahiliku dulu, tapi lihatlah, kau malah semakin kerap menjahiliku.” Kata Sehun protes

 

“aku tidak berkata janji kan? Jadi, aku tidak salah karena aku tidak mengatakan aku berjanji.” Kataku menentang perkataan Sehun tadi.

 

“oh iya, kau tidak mengatakan itu dulu. Tapi… apa keluargamu tidak menanyakannya?”

 

“Menanyakan apa?” kataku tidak mengerti maksud Sehun.

 

“Apa mereka tidak bertanya kenapa ada seorang namja yang selalu mengantarmu?” kurasa Sehun sudah naik darah dengan meninggikan suaranya dihadapanku. Tetapi,aku masih saja belum mengerti hingga ak bertanya, “Mengantarkan aku kemana?”

 

“Kerumahmu.” Sehun menudingkan jarinya ke kepalaku.

 

“Tidak.” Jawabku sambil menurunkan tudingan mengerikan itu.

 

“Mau berapa lama kau ingin ku antar pulang?”

 

“Entah. Mungkin, lama.” Jawabku singkat. Tanpa pikir panjang Sehun berkata, “Cepat naik! Aku tidak mau berlama-lama disini.” Tak ku sangka dia mengijinkan aku memboncengnya. Dengan tiga kali berturu-turut aku memboncengnya, aku ragu jika dia mengijinkannya terus menerus. Tetapi tak apalah, aku senang jika terus seperti ini. Mengingat, untuk menggantikan oppa yang tiada kabar itu.

 

“Ne. Gomawo Sehun. Tapi, mian jika aku punya salah terhadapmu,” kataku menghadap kebawah. Sehun tetap diam, menandakan aku untuk segera naik yang dari tadi aku belum segera naik ke boncengannya.

 

“Hmm.” Sehun lalu mengendarai sepedanya

 

Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, antara jujur dan diam. Tapi, jika aku tidak mengatakan yang sebenarnya, aku akan selalu merasa bersalah dan malu. Baiklah, aku akan mengatakannya. “Sebenarnya……” respon Sehun hanya diam saja.

 

Kenapa ini? Kenapa aku terlihat gugup? Aku harus berani. 1…. 2….. “Sebenarnya, aku hanya ingin pulang bersamamu. Rumahmu kan juga searah denganku.” Kataku cepat untuk menghilangkan rasa maluku.

 

Kulihat, Sehun tidak merespon. Menunggu lama, baru dia merespon, “Hmmm, jadi. kau selama ini hanya beralasan? Supaya kau bisa pulang denganku?” bentak Sehun dengan gaya yang nampak marah, tapi sepertinya hanya bergayanya saja yang terlihat marah.

 

“Mian oppa. Tapi, eonni ku memang seperti itu, aku tidak berbohong.” Ucapku memohon ampun padanya.

 

“Lalu, orang tuamu?”

 

“Mereka? Aku kasihan jika harus mengantar dan menjemputku setiap hari.”

 

“Lalu, kenapa kau ingin pulang bersamaku? Kan ada yeoja lain yang searah denganmu.”

 

Aku langsung menjawab refleks *tak disadari* “Aku lebih suka jika aku pulang bersamamu. Ups” aku langsung menutupi mulutku ini yang baru saja mengatakan sesuatu. Apa? Aku tadi bicara apa? Tak kusadari aku tadi bicara. Mulutku ini bicara sendiri tanpa ku suruh. Suasana jadi terdiam. Jalananpun ikut merasakan kediaman kami berdua, walaupun ada beberapa kendaraan berlintas, suara itu telah terhanyut oleh kediaman itu.

 

“Eh, tunggu! Apa kau menyukaiku?” celetuk Sehun setelah terdiam sesaat.

 

Pertanyaan itu membuatku terkejut. Sepertinya Sehun bisa membaca hatiku. Rasanya aku seperti ditelanjangi di depan umum, memalukan! 

 

Aku mencoba untuk tidak salah tingkah. Aku tidak mau cinta terselubungku, terungkap dengan cara seperti ini. Akhirnya aku balik bertanya dengan sedikit tergagap, “A-apa? Mengapa kau menanyakan hal ini padaku?”

 

“Aku hanya ingin bertanya. Dan jawablah dengan jujur. Ada yang tidak masuk akal disini!” Aku mencoba berfikir sejenak. Apakah aku akan menjawab ya, atau tidak. Setelah kupikir-pikir, aku menjawab, “Emm. Aku, aku memang menyukaimu… Dari dulu.” ucapku dengan wajah memerah, lalu aku segera turun dari boncengan dan langsung lari ke rumah *karena sudah sampai* menahan rasa malu ini.

 

“hey…” kudengar Sehun kaget dengan tingkahku itu.

 

Sehun pov

 

ya tuhan. ternyata dia juga menyukaiku seperti halnya aku menyukainya. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini dari hadapanku. Besuk, aku akan menemuinya dan aku akan menjadikannya yeojachinguku apapun rintangan, ancaman yang akan kuhadapi nanti besuk itu juga. *memasang wajah smile* #gila

 

Jisoo pov

 

(dalam kamar)

 

ya tuhan. Ada apa aku ini? sadarkah aku berkata seperti itu padanya? Aku malu jika bertemu dengannya besuk. dan mungkin, dia akan mempermalukanku di kelas. ya tuhan… *memasang wajah sedih* hingga meneteskan air matanya beberapa butir.

 

Jiyoo pov

 

“Soo-ya.” Aku menghampiri Jisoo di kamarnya. Aku ingin mengajaknya bermain. Setelah aku sampai dikamar dan membuka pintu, aku menemukan dia tiarap dikasurnya dan terdengar suara tangisan yang amat amat… kecil.

 

“Yoo-ah? apa itu kau? ” dia mengusapkan wajahnya ke bantal yang ada dibawahnya. Ya, aku tahu maksudnya, mungkin dia ingin menyembunyikan tangisannya dariku. walaupun aku sudah tahu, aku akan berpura-pura tidak mengetahuinya.

 

“ya, ini aku. kamu kenapa Soo-ya?Kenapa wajahmu disembunyiin kayak gitu?” aku mengangkat bantal yang dia gunakannya, namun membutuhkan tenaga yang besar untuk mengangkat bantal itu. *ya, ditahan oleh Jisoo*

 

“tidak! aku tidak kenapa-napa. aku hanya sedikit capek. Kau malah mengganggu istirahatku.” Hemm, dia berbohong padaku. Aku bertanya sekali lagi, “apa yang terjadi denganmu Soo-ya?”

 

“tidak! Aku tidak kenapa-napa, aku hanya capek Yoo-ah!” bentaknya padaku. Jika aku teruskan, mungkin hanya akan membuatnya tambah sedih, lebih baik aku mengalah.

 

“Kau capek?Tidurlah dulu. Emm, kalau begitu aku akan keluar.” Aku keluar kamar dan berpikir, apa yang sedang ia pikirkan? aku tahu kalau tadi, ia berbohong padaku. Terbukti sekali tadi. Aku akan menanyakannya pada eonnie, mungkin dia tahu apa sebabnya Jisoo menangis.

 

author pov

 

“eonnie…” Jiyoo mengetuk pintu kamar Baekhee.

 

“ada apa saeng-ii?” kata Baekhee sambil membuka-buka buku majalahnya.

 

“eonnie. lihatlah Soo-ya, dia terlihat sedih. Apa Soo-ya rindunya kumat ya dengan oppa? tapi… saat ku tanya, katanya hanya capek, dan itupun, aku tahu kalau dia berbohong.” Ucap Jiyoo setelah membuka pintu.

 

“ya sudahlah. Biarkan dia istirahat dulu, mungkin dengan istirahat dia bisa kembali seperti biasa. aku akan menelpon oppamu supaya pulang.”kata  Baekhee.

 

“Oppa? Baekhyun Oppa? Apa benar dia akan pulang? Oppakan sibuk dengan urusan sekolah yang khusus untuk sekolah menyanyi itu di sana eonnie!” kata Jiyoo tidak percaya.

 

“ya, biarkan saja dia pulang dan pindah sekalian sekolahnya disini walaupun bukan sekolah menyanyi, tapikan tetap bisa bernyanyi dirumah. Atau dia bisa mengundang guru untuk mengajarinya bernyanyi sebagai gantinya. Kasihankan jika Jisoo seperti itu terus menerus.” Kata Baekhee.

 

“ne.” Kata Jiyoo

 

……….hari berikutnya ……..

 

Tidak seperti biasanya. Hari ini Jisoo tidak menjahili Sehun. Melihatnya saja pun tidak. Ada sebuah tanda tanya besar pada pikiran Sehun. ‘Mengapa hari ini Jisoo tidak seperti biasanya yang selalu saja menjahiliku? Dan seperti patung saja dia. Diam dan tak bergerak.’ pikirnya terus menerus hingga jam pelajaran telah usai. Berbeda dengan Jisoo yang sembari tadi terdapat tanda seru meleyot-leyot dikepalanya yang menandakan kegugupannya dengan aktivitas biasanya *menjahili* dan memilih untuk diam ditempat tanpa bergerak sedikitpun kecuali membaca buku.

 

(selesai pelajaran)

 

“halo. eomma. apa eomma bisa menjemputku sekarang juga?” kata Jisoo lewat telepon yang menelpon eommanya.

 

“mian Soo-ya. Eomma sedang sangat sibuk hari ini.” Kata eomma Jisoo.

 

“oh.” Jisoo mematikan telepon, lalu dengan segera menelepon appa nya.

 

“halo appa. Apa appa  bisa menjemputku?” tanya Jisoo.

 

“ya, tunggulah sebentar. Appa akan segera kesana.” ucap Appa Jisoo membuat Jisoo lega.

 

Sehun pov

 

itu dia Jisoo. Aku akan menghampirinya dan mengatakan ini padanya. tapi……. bagaimana ini? aku belum siap. Tapi, apa dia sedang menungguku? Tapi,  aku belum siap. Dan bagaimana aku mengatakannya? Aku harus bersikap dingin padanya.

 

Setelah beberapa puluh menit  berlalu dengan aku yang masih berfikir. Akhirnya aku memutuskan. Baiklah, aku akan kesana.

 

saat mulai melangkahkan kakiku, tiba-tiba ada mobil yang berhenti tepat disamping Jisoo. Jisoo juga mulai masuk ke mobil.

 

astaga. untung saja aku belum sampai. jika sudah, apa yang akan terjadi nantinya? apa aku akan di… uh, kenapa aku jadi memikirkan sesuatu yang seram?

 

Jisoo pov

 

“gomawo appa. mungkin jika Appa tadi juga sibuk, Soo akan menangis sekencang-kencangnya hingga tetes terakhir.” Kataku setelah masuk kedalam mobil bagian depan.

 

“apa-apaan kau ini Soo-ya. kau ini sudah kelas X disini. kamu bukan anak kecil lagi. Apalagi itu, tetes terakhir? Memangnya kamu minum susu? Minum susu saja susahnya minta ampun kamu itu. dan salahnya sendiri, kau sudah ku belikan sepeda tapi kau tidak mau memakainya. Sepeda itu jadi nganggur dirumah gara-gara kau, Soo-ya.” Kata Appa sambil mengendarai mobilnya dijalan raya ramai ini.

 

“tapi Appa, aku lebih baik menangis daripada berkelahi. Aku juga tidak mau bersepeda. Bersepeda hanya membuatku capek dan lagi pula sepeda yang appa belikan juga jelek.” Kataku pada appa yang sendari tadi serius dengan jalannya.

 

“dasar cengeng. terus apa hubungannya dengan tadi? Sudah dibelikan sepeda tetap saja kau mengelok” tanya Appa. Tanpa kupikir panjang, aku menjawab,”ada. jika tak ada yang menjemputku, aku takut terjadi sesuatu padaku.”

 

“pim pim…” suara mobil telah sampai rumah di depan pagar.

 

“aku mau ke kamar.” Kataku menghentikan percakapanku dengan appa, yang kulihat tadi setelah mengklakson mobil akan mengucapkan sebuah kata-kata kepadaku.

 

(di dalam kamar)

 

Aku melempar tasku di lantai kamarku, melepas pakaianku dan ku lempar juga pakaianku itu di atas kasur. Ya, kalau kupikir-pikir aku ini memang anak yang rajin. Tapi bukan rajin membersihkan kamar atau apalah, kalau rajin milikku itu rajin membuat kotor kamarku setiap hari hingga jika ada seseorang yang masuk ke kamarku ini harus memarahiku tanpa kenal lelah. Ya, Jiyoo termasuk salah satunya. Tapi, setelah aku dimarahi mereka langsung memberesi barang-barang yang berantakan tadi tanpa aku yang menyuruhnya, ya, aku kan langsung saja pergi dari kamar dan pura-pura mau ke kamar mandi.

 

Saat aku telah selesai membuat kamar ini terlihat berantakan, ada sesuatu yang terlintas di pikiranku. Sehun. Ya, Sehun. Tadi aku melihatya sekilas saat appa menjemputku. Hmm, sepertinya dia tidak mau menemuiku. Atau… jangan-jangan dia mau mengantarkanku pulang? Huh, pede sekali kau berpikir tentang itu. Mana mungkin dia akan mengantarku pulang setelah aku mengucapkan kata-kata itu dulu.

 

“Soo-ya, sudah berjuta-juta kali aku memperingatkanmu tentangkamar kita ini. Dan kau belum mengubahnya 0,001 persen pun sampai sekarang. Aku tidak mau tau, jika kau seperti ini mungkin kau tidak akan pernah menjadi dewasa.” Kata Jiyoo yang baru saja sampai rumah dan membuka kamarnya (kamar ini milik Jiyoo dan Jisoo).

 

“sudahlah. Tidak sampai jutaan jika aku menghitungnya. Aku akan ke kamar mandi dulu. Aku ingin membasuh muka ku.” Kataku yang biasanya ku ucapkan setiap kali ada yang menasehatiku. Malas aku mendengarnya.

 

Memang, kami ini kembar dengan fisik yang sama persis, tidak ada yang berbeda dari segi fisik. Maka dari itu, kami membuat gaya rambut yang berbeda untuk membedakan kami berdua. Aku dengan rambut lurus, dan Jiyoo dengan rambut bergelombang. Jika kami menyamakan gaya rambut kami, mungkin itu hanya akan membingungkan mereka yang memanggil kami. Kami kadang bertukar peran untuk menghindari apa yang tidak diinginkan salah satu dari kami. Namun, sayangnya kami dilahirkan dengan mental yang berbeda tapi, dengan nada suara yang sama persis.

 

…….hari berikutnya di sekolah……

 

“Yoo-ah, sekali-kali, bolehkan aku pulang bersama Eonnie? sekali ini saja.” Aku memohon penuh harapan pada Yoo-ah.

 

“tidak! sekali tidak tetap tidak. Aku sudah bersusah payah membereskan kamar dan kau selalu memintaku untuk menolongmu? Kali ini TIDAK!” Kata Jiyoo menolak permintaanku.

 

“ayolah!Itu urusan yang lain. aku juga ingin sepertimu, aku sudah lama tidak sepertimu dan eonnie bersama oppa.” Aku mulai merengek padanya.

 

“tidak. jika kau tidak mau jawabanku, tanya sendiri dengan Eonnie.” Kata Jiyoo.

 

“baiklah. jika Eonnie mengijinkan, kau harus menurut. sebaliknya, jika Eonnie memilihmu, maka aku yang harus menurut.” Kataku sambil keluar kelas menuju kelas eonnie di kelas XII bersama Jiyoo.

 

“eonnie, mian mengganggumu. Soo-ya ingin bicara denganmu. Padahal sudah aku jawab! Tetapi dia tidak menginginkan jawabanku.” Kata Jiyoo mendahuluiku dan menemui eonnie Baekhee.

 

“tak apa Yoo-ah. Mau tanya apa Soo-ya?” tanya Baekhee padaku.

 

“Eonnie, apa aku boleh pulang bersamamu? Aku rindu pulang bersama seperti itu, sekali-kali eonnie. ” aku memohon padanya.

 

“mian Soo-ya, aku bukannya tidak mau, tapi nanti Yoo-ah bagaimana? kau kan sudah biasa menunggu. kalo Yoo-ah, dia tidak pernah menunggu jemputan dari appa dan eomma.”kata  Baekhee menjelaskan padaku yang membuat suasana hatiku menjadi goyah.

 

“jadi… Eonnie tidak mau?” tanyaku menyakinkan ucapan eonnie tadi yang menggoyahkan suasanaku.

 

“bukan begitu Soo-ya. tapi…” kata Baekhee diputus olehku yang telah mengeluarkan bendungan air mata dikelopak mataku. Aku berkata, “Eonnie jahat.” Dan pergi menuju kelasnya membawa bendungan air mata ini..

.

.

.

.

.

.

.

TBC

 

bagus ga? bagus apa ga bagus? ga bagus apa bagus? #malahmuter

ya mohon saran dan komentarnya buat lanjutan FF ku ini ya.^^

13 comments on “Our Power In Klub

  1. seruuu sih thor, tapi masih agak ga ngerti baek itu oppa nya jisoo, jiyoo, baekhee kan tapi kok beda marga satu byun satu nam tapi di samping itu ff nya aku suka di tunggu next nya fighting ^^

  2. Ping-balik: Our Power In Club (Chapter 2) | EXO Fanfiction World

  3. Ping-balik: Our Power In Club (Chapter 2) | EXO FanFiction Indonesia

  4. Ping-balik: Our Power In Club (Chapter 2) | Xoxo Fantasy

  5. aku masih bingung sama ceritanya disini
    sebenarnya baekhyun itu oppa mereka atau bukan ya???
    aku penasaran bgt sama ceritanya hehehehehe!!!!

  6. Ping-balik: Our Power In Club (Chapter 2) – EXO FanFiction Indonesia

Harap Coment... (T_T)