Please Believe Me! [1/2]

Gambar

Tittle            : Please Believe Me! [1/2]

Author         : Khaerisma

Length         : Twoshoot

Genre          : Romance, Marriage life, Sad

Rating          : PG-13

Main Cast    :

–   Jung Minyoung        (OC)

–   Xi Luhan

Other Cast :

–       Lee Heekwang     (OC)

–       Xiumin

–       Kim Joonmyeon

 

Please coment after reading this fanfiction

 

Note : ini asli ceritaku. Luhan, OC, dll milik mereka yang punya.tapi idenya, asli saya yang punya. So, dont be plagiat and dont be silent readers. dan maaf, tadinya mau kubuat oneshot, tapi malah jadi twoshoot, hehe XD . maaf…

 

 

-Happy Reading-

 

Minyoung terus saja mengikuti Abeojinya yang sedari tadi mondar-mandir tak jelas berharap agar Minyoung tidak mengikutinya terus. Namun, Minyoung tetap bersikeras mengikuti Abeojinya dengan rengekkan-rengekkannya.

“Abeoji sudah bilang, kan? Jangan dekat-dekat dengan namja itu.” Kata Abeoji menunjuk ke arah seorang namja dibalik jendela rumah.

 

“Tapi Abeoji.. aku mencintainya. Apakah salah jika aku menikahi orang yang kucintai? ” kata Minyoung membantah perkataan Abeoji nya.

 

“Dia itu tidak kaya. Abeoji mau kau menikahi orang kaya, Young-ii. Dan tentunya setia denganmu.” Kata namja paruh baya itu.

 

Maklum saja, ia tidak ingin anaknya sengsara. Tapi lebih tepatnya, Ia tidak ingin malu jika orang-orang tahu anak seorang direktur perusahaan terkenal, harus hidup sengsara sedangkan orang tuanya hidup makmur dan sempurna. Tentunya orang-orang akan beranggapan bahwa dia bukanlah orang tua yang baik.

 

“Tentu, Abeoji. Dia itu setia padaku, bahkan juga kaya.” Kata Minyoung membela namja yang sedang duduk di sofa empuk milik keluarga Jung.

 

“Mana buktinya? Mana buktinya jika ia kaya? Mana buktinya jika ia setia. Tampang yang seperti itu tidak meyakinkan young-ii.. bisa saja dia selingkuh! ” kata Abeoji yang terus saja tidak menyetujui hubungan Minyoung.

 

“Tidak, Abeoji. Dia sudah berjanji padaku untuk tidak selingkuh. Kami saling mencintai, Abeoji. Dia juga kaya, Abeoji ingin bukti? Abeoji bisa bertanya padanya langsung. Kajja” Kata Minyoung yang kemudian menarik tangan Abeoji nya keluar menuju dihadapan calon menantunya.

 

“Oppa, Abeoji tidak mempercayaiku. Tolong buktikan kalau Oppa itu kaya dan setia.” Kata Minyoung dengan suara yang nyaris menangis.

 

“Ne. Tuan Jung, aku berjanji tidak akan selingkuh dengan yeoja lain, karena aku sudah memilih calon istriku yang terbaik. Dan juga, aku adalah direktur salah satu perusahaan yang terkenal disini, ini dia.” Kata Luhan lalu menyerahkan sebuah kartu yang berisikan identitas  perusahaannya.

 

Tuan Jung menerima kartu tersebut. Dibacanya dengan seksama. Tuan Jung terkejut setelah membaca kartu itu, ternyata dia tidak bohong, dia menjadi direktur diperusahaan tersebut. Namun, rasa terkejutnya hanya pada rohaninya saja. Jasmaninya sama sekali tidak menunjukkan bahwa Tuan Jung terkejut.

 

Setelah selesai membacanya, Abeoji Minyoung mengembalikan kartu tersebut pada Luhan.

 

“jadi.. kau direktur juga eoh?” tanya Tuan Jung dengan wajah acuh tak acuh alias dinginnya.

 

Luhan mengangguk, “jadi, bagaimana abeoji? Apakah kami boleh menikah? ” tanya Luhan dengan senyuman manisnya. Minyoung dan Abeojinya yang mendengar itu langsung menolehkan kepalanya. Pasalnya baru sekali ini, Luhan memanggil Tuan Jung dengan ‘abeoji’.

 

Minyoung kembali menoleh pada Abeojinya dan menggigit bibir bawahnya berharap Abeojinya menerima Luhan menjadi menantunya.

 

Awalnya ia ragu dengan Luhan, namun mengingat Luhan adalah direktur perusahaan, Abeoji Minyoung hanya menganggukkan kepalanya, pertanda setuju atas lamaran Luhan ke Minyoung, putri satu-satunya Tuan Jung dan.. keluarga satu-satunya Minyoung. Eomma Minyoung telah meninggal saat setelah melahirkan Minyoung, menyentuh Minyoung pun belum sempat.

Luhan tersenyum puas. Sedangkan Minyoung, ia memeluk Abeojinya penuh dengan kasih sayang yang kemudian memeluk Luhan.

.

.

.

.

.

.

Minyoung and Luhan married

.

.

.

.

.

.

.

Satu tahun lamanya, Minyoung dan Luhan belum juga punya momongan. Memang bukan keinginan mereka untuk mempunyai momongan saat ini. Mereka hanya ingin hidup berdua untuk saat ini.

.

.

.

.

“Yeobo, Oppa berangkat kerja dulu, ne?” Kata Luhan pamitan pada Minyoung untuk pergi bekerja.

 

“Ne. Jangan pulang terlalu malam, oppa! Hati-hati di jalan..” Kata Minyoung sambil melambaikan tangannya saat Luhan mulai menjauh dari hadapannya.

.

.

.

.

.

.

.

.

“Aku pulang..” kata Luhan setelah pulang dari kerjanya.

 

“Ne. Oppa mau makan apa? ” tanya Minyoung yang kini menyiapkan sayur mayur untuk memasak.

 

“apa saja yeobo. Asalkan kau yang memasak, masakanmu selalu enak.” Kata Luhan memuji semua masakan Minyoung.

 

“Eh.. Oppa bisa saja.” Kata Minyoung senyum-senyum karena dipuji.

 

“wae? Tak boleh? Kau malu?” goda Luhan. Minyoung hanya memegang pipinya yang memerah dan mengangguk.

.

.

.

.

.

Suatu hari saat Luhan bekerja.

 

“Tok tok tok.” Terdengar bunyi ketukan pintu rumah Minyoung.

 

“SEBENTAR..” teriak Minyoung yang sedang berjalan menuju arah suara tersebut. “Cklekkk.” Suara pintu yang terbuka karena Minyoung.

 

“chogiyo, neo.. nuguya?” tanya Minyoung yang tidak tahu siapa orang-orang yang mengenakan pakaian serba hitam ini.

Bukan menjawab pertanyaan Minyoung, mereka langsung menyerobot masuk kedalam rumah Minyoung mengambil barang-barang Minyoung dan Luhan untuk dibawanya pergi dari rumah ini.

 

“Tunggu.. ada apa ini sebenarnya? Kenapa kalian mengambil barang-barangku?” Kata Minyoung bingung dengan mereka yang langsung saja masuk kedalam rumahnya

 

“Jeosonghamnida, rumah anda kami sita.” Kata salah satu orang serba hitam.

 

“Mwo? Kenapa rumahku disita? Atas dasar apa kalian menyita rumahku?” Tanya Minyoung yang bingung tak tahu apa-apa.

 

“Untuk mengganti rugi semua kerugian perusahaan suami anda, maka rumah anda kami sita.” Kata pemimpin jas berkulit hitam.

 

“Mwo? suamiku bangkrut?” tanya Minyoung tak percaya, “ani.. ani.. suamiku pasti tidak bangkrut. Suamiku pasti mengerjaikukan? Oh, ayolah.. aku tidak suka candaan ini..” ucap Minyoung yang hampir seperti orang gila.

 

Bukan menghentikan aktivitasnya, orang-orang itu malah membawa pergi barang-barang Minyoung dan Luhan.

“hey kalian! Jangan ambil barang-barangku! Kembalikan! Jangan bercanda! Oppa.. candaanmu benar-benar kelewatan!” teriak Minyoung histeris. Minyoung mulai menangis. Ia duduk terjatuh lemas tak berdaya. Para pakaian serba hitam tersebut telah selesai mengambil barang Minyoung dan Luhan. Dan segera membentuk barisan disamping pemimpinnya.

 

Minyoung terbangun dan mendongakkan kepalanya karena pemimpin dan orangorang itu lebih tinggi darinya, “Memangnya.. seberapa besar rugi yang suamiku tanggung?” tanya Minyoung dengan suara paraunya.

 

“Seratus juta won lebih. Rugi tersebut seharga dengan rumah ini, nyonya. Dan.. kami telah selesai mengambil barang yang keluarga anda butuhkan. Berikan pada nyonya ini!” Kata pemimpinnya pada Minyoung, lalu memerintahkan anak buahnya menyerahkan barang tersebut pada Minyoung pemiliknya.

 

“Kalau begitu, kami permisi.” Kata pemimpin pakaian serba hitam pamitan setelah menunduk hormat pada Minyoung.

 

“Oppa.. apa yang telah kau lakukan? Kenapa Oppa tidak pernah bilang padaku? ” kata Minyoung yang lagi-lagi duduk tersungkur didepan rumahnya yang disita sambil menangis.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

“Yeobo.. mianhae..” kata Luhan yang baru saja sampai ditempat Minyoung. Ia mendirikan istrinya yang masih terduduk lemas.

 

“Kenapa Oppa tidak bilang padaku?” Kata Minyoung dengan suaranya yang parau.

 

“Maaf Yeobo. Aku tidak mau kau ikut sedih..” kata Luhan.

 

“Jika saja Oppa mau menceritakannya padaku sebelumnya.. aku pasti akan membantumu, Oppa. ” kata Minyoung.

 

“Tidak. Kamu tidak boleh membantuku. Ini masalahku, Yeobo. Bukan masalahmu..” Kata Luhan yang tidak ingin Minyoung bekerja keras.

 

“Walaupun ini bukan masalahku, aku akan tetap membantumu, Oppa. Aku ini istrimu oppa. Suami istri harus saling melengkapi.” Kata Minyoung.

 

“Gomawo, Yeobo. Kau memang istriku yang terbaik.” Kata Luhan terharu dan memeluk Minyoung.

.

.

.

.

“Sekarang, tugas kita adalah mencari rumah baru.. kebetulan aku masih menyisakan cukup uang untuk membeli rumah.” Kata Luhan mengajak Minyoung pergi dari rumah sitaan itu.

 

“Rumah? Kita bisa ke rumah Abeoji bukan? Lagipula, kita bisa menghemat uang.” Kata Minyoung.

 

“Jangan Yeobo. Aku tidak akan pernah siap untuk kehilanganmu.” Kata Luhan yang membuat Minyoung bingung.

“maksud oppa?” tanya Minyoung.

“pikirkan. Jika abeoji tahu kalau perusahaan oppa bangkrut, Abeoji tidak akan percaya lagi pada oppa. Abeoji akan merebutmu dari oppa. Kau mau pisah dariku? Aku tidak akan pernah siap untuk kehilanganmu young-ii..” Kata Luhan. Minyoung tersenyum.

 

” Kalau begitu.. kita beli rumah yang murah saja oppa. Sisa uang itu, kita gunakan sebagai modal kerja” kata Minyoung semangat kembali, “tapi.. aku ingin kerja. Aku tidak ingin menyusahkan oppa. Aku ingin membantu oppa. Dan kali ini, jangan larang aku untuk bekerja.”

“ne.” Jawab Luhan dengan senyuman menghiasi wajahnya.

‘aku akan selalu setia berada di sampingmu oppa. Menjadi istri yang terbaik untukmu. Aku tidak akan pergi’

.

.

.

.

.

 

“Bagaimana kalau rumah ini?” Tanya Minyoung menunjukkan rumah besar dan mewah tapi tidak sebanding dengan rumah lamanya pada Luhan.

 

“Emmmm.. Yeobo. Kau tahu aku masih menyisakan uang berapa?” Kata Luhan ragu akan membeli rumah mewah itu.

 

Minyoung hanya menggeleng.

 

“Uang kita hanya tinggal 35 juta won saja. Sedangkan kau tahukan rumah itu kira-kira harganya? Bisa lebih dari 100 juta won.” Kata Luhan.

 

“Oh? Jinjja? Arraseo.. kalau begitu, kajja, kita pilih rumah yang lain”ajak Minyoung yang menyembunyikan kesedihannya dengan senyuman yang selalu terpasang di wajah Minyoung.

Ia sedih bukan karena ia dan Luhan tidak bisa membeli rumah mewah itu, melainkan membuat Luhan sedih. Ia tak tahu sisa uang Luhan, dan ia ingin rumah yang mewah. Minyoung merasa bersalah. Minyoung tahu, Luhan sedih karena Luhan tak bisa membelikan rumah mewah untuk Minyoung.

.

.

.

.

.

.

.

.

“Bagaimana dengan rumah itu? ” tanya Minyoung sambil menunjuk rumah sederhana namun jelas terlihat rapi dan terawat.

 

“Emmmm.. boleh. Coba kita tanyakan pada pemiliknya.” Kata Luhan keluar dari mobilnya dan menuju pemilik rumah dijual tersebut.

 

“Permisi..” kata Luhan mengetuk pintu rumah.

 

“Ya, ada apa ya?” Tanya pemilik rumah.

 

“Apakah benar, anda menjual rumah tersebut?” Tanya Luhan.

 

“Iya benar.” Jawabnya.

 

“Kalau boleh tahu, berapa harga rumah itu?” Tanya Luhan lagi.

 

“Oh, rumah itu? Harganya 50 juta won.” Kata pemilik rumah.

 

“Bisakah kami membelinya dengan harga 35 juta won?” Tanya Luhan.

 

“Tidak. Itu harga yang pas dengan rumah itu.”

 

“Tolonglah nyonya. Kami sangat membutuhkan rumah itu.” Kata Luhan memohon.

 

“Maaf, nak. Itu harga yang sangat pass dengan rumah itu” katanya.

 

Minyoung pun ikut dalam percakapan tersebut. “Tolonglah kami. Kami tidak punya tempat tinggal. Dan kami hanya punya uang 35 juta won. Berilah kami tempat tinggal.” Kata Minyoung.

 

“Baiklah kalau begitu. Tapi bukan rumah ini. Melainkan rumah yang ada jauh disana. Rumah itu tidak serapi dan terawat seperti ini. tapi masih layak dijadikan tempat tinggal” Kata pemilik menunjukkan rumah jauh disana.

 

“Bagaimana Yeobo? Apa kau mau? Hanya itu rumah yang cukup dengan uang kita.” Kata Luhan.

 

“mm.. untuk rumah itu, apa kami bisa membelinya dengan harga 25 juta won?” tawar Minyoung. Pemilik rumah itu menaikkan alisnya.

 

“sudah baik aku beri kalian tempat tinggal. Masih menawar pula. Jika tidak mau, juga tak apa. Masih banyak orang yang ingin membeli rumah itu yang pasti bukan gembel seperti kalian” Bentak pemilik rumah itu.

 

Minyoung dan Luhan sama-sama membulatkan matanya. Ingin sekali rasanya Minyoung berteriak. Tapi ia masih mempunyai tata krama. Tak mungkin ia membentak yeoja paruh baya ini.

 

“geundae, apa boleh kita membayar 30 juta won sebagai uang mukanya terlebih dahulu, jika kami sudah mendapat pekerjaan dan sudah mendapat gaji, kami akan membayar sisanya.” Mohon Luhan. Pemilik itu nampak berfikir.

 

“geurae, aku akan berikan rumah itu. tapi ingat, jika dalam waktu 3 bulan kalian tidak bisa melunasi rumah itu, kalian akan aku tendang.” Ucap pemilik itu dengan kasar.

 

“gamsahamnida.” Ucap Minyoung dan Luhan bersamaan yang sama-sama pula menahan amarah mereka terhadap pemilik rumah itu.

 

.

.

.

Minyoung dan Luhan. Keduanya sama-sama menatap rumah kotor itu. rumah kumuh yang sama sekali tak terawat. Atap berlubang dimana-mana. Bahkan serangga-serangga ikut menghiasi rumah itu. yang bagus dari rumah itu hanyalah.. lampu depan rumah yang selalu menyala ketika malam.

 

“Geurae. Hari ini kita harus bekerja keras. Kita akan mengubah rumah ini menjadi rumah yang super duper indah. ” Kata Minyoung dengan senyuman cantiknya.

 

“Ya.. Seperti penyihir dengan tongkatnya, kita dengan tongkat pel dan sapu ini.” ucap Luhan yang entah darimana ia mendapatkan tongkat pel dan sapu yang sekarang dipegangnya.

 

“ahahaha.. kajja.” Tawa Minyoung dan Luhan yang kemudian masuk ke dalam rumah itu.

.

.

.

.

Time for cleaning the room J

.

.

.

“hah.. lelahnya..” ucap Minyoung yang kemudian merebahan dirinya di sofa miliknya yang tidak terlalu empuk seperti miliknya dulu.

 

“hah.. ya.. ini lumayan daripada yang tadi.” ucap Luhan yang ikut merebahkan dirinya di samping Minyoung.

 

Luhan menatap rumahnya sekarang. Lantai yang tadinya penuh dengan daun dan tanah, sekarang putih bersih memperlihatkan warna lantai sesungguhnya dengan bau jeruk kesukaan Minyoung. Dinding yang tadinya kotor berwarna coklat, sekarang berganti warna menjadi warna biru muda dan putih kesukaan Luhan. Barang-barang mereka pun sudah tertata rapi di ruang masing-masing.

Luhan mendongakkan kepalanya menatap atap.

“aku harap malam ini tidak hujan. Sehingga aku masih ada waktu untuk memperbaiki atap itu.” ucap Luhan.

“young-ii..” panggil Luhan yang kemudian menoleh ke Minyoung.

“eoh? Ternyata kau sudah tidur? Arraseo..” ucap Luhan yang kemudian menggendong Minyoung ala bridal style ke kamarnya.

.

.

.

Pekerjaan yang melelahkan kemarin membuat Luhan bangun lebih siang dari biasanya. Untung saja Minyoung bangun lebih awal.

 

“morning oppa..” sapa Minyoung yang melihat Luhan baru saja keluar kamar.

 

“morning yeobo. Popo..” ucap Luhan manja. Minyoung mengangkat alisnya sebelah, namun kemudian mencium bibir Luhan kilat.

 

“hari ini oppa harus mencari pekerjaan. Aku juga akan mencari pekerjaan. Aku tidak ingin ahjumma itu menjelek-jelekkan kita lagi” ucap Minyoung.

 

“arraseo” jawab Luhan yang kemudian duduk di kursi meja makan. Luhan menatap semua makanan yang ada di meja makan itu. Luhan menoleh pada Minyoung yang baru saja duduk.

 

“wae? Apa ada yang salah?” tanya Minyoung.

 

“kau pergi belanja? Kenapa ada daging disini?” tanya Luhan.

 

“aniyo.. tadi ahjumma yang mulutnya tidak bisa berhenti bicara itu memberikan kita daging. Aku terima saja. lagipula, katanya ini untuk kita karena kita telah membuat rumah ini menjadi indah. Ya.. intinya seperti itu.” ucap Minyoung yang kemudian mengambilkan semangkuk sop daging untuk Luhan dan untuk dirinya.

Luhan hanya mengangguk dan kemudian menyantap makanannya.

.

.

.

.

.

.

.

“Oppa berangkat young-ii.. Doakan Oppa semoga diterima.” Kata Luhan.

 

“Ne. Oppa. Doakan aku juga.” Kata Minyoung yang masih dirumah.

 

“Ne. Annyeong..” Kata Luhan yang kemudian pergi menjauh. Luhan harus mulai membiasakan diri sekarang. Yang tadinya ia berangkat menggunakan mobil, sekarang ia harus jalan kaki.

.

.

.

.

.

.

.

Berkali-kali Luhan melamar pekerjaan di segala kantor. Namun tetap ia ditolak alias tidak diterima. Dan rata-rata dengan alasan, tidak membutuhkan karyawan.

 

Hampir Luhan putus asa, namun, ia urungkan itu. mengingat Minyoung yang pasti juga ikut bekerja keras mencari pekerjaan untuk kehidupan keluarga mereka. Luhan pun pantang menyerah hingga suatu saat Luhan menemukan sebuah kantor yang tertempel tulisan “Dicari, karyawan kantoran” di depan kantor.

 

Luhan pun tertarik untuk melamar pekerjaan dikantor tersebut. Dan keberuntungan kini berada di pihaknya. Setelah sekian lama, Akhirnya Luhan mendapat pekerjaan.

.

.

.

Disisi lain, kini Minyoung kelelahan mengunjungi toko-toko. Dewi Fortuna juga sedang tidak berada di pihaknya. Karena, sudah ke sembilan kalinya Minyoung melamar, ditolak oleh pemilik toko.

 

‘Ini yang kesepuluh kalinya. Angka yang dimana dewi fortuna berada di pihakku. Jika aku tidak diterima ditoko ini, aku akan berhenti mencari pekerjaan.’ Kata Minyoung dalam hati yang berada di depan toko bunga lalu masuk ke dalam toko bunga tersebut.

 

“annyeong.” Sapa Minyoung.

 

“annyeong. Ada yang bisa saya bantu?” tanya penjaga toko.

 

“ee..  Apa boleh aku melamar pekerjaan disini?” tanya Minyoung pada penjaga toko.

 

“aaa… kebetulan sekali anda melamar pekerjaan disini. Kami membutuhkan orang yang dapat merangkai bunga. Apa anda dapat melakukannya?” tanya penjaga toko. Kalimat ini membuat minyoung menjadi lega. Angka sepuluh benar-benar angka keberuntungannya.

 

“ne, bisa. Aku mahir dalam merangkai bunga.” Kata minyoung mengangguk penuh semangat.

 

“coba anda rangkai bunga ini. Jika hasilnya mengesankan, anda diterima disini.” Kata penjaga toko menyerahkan sekumpulan bunga kepada minyoung untuk dirangkai.

 

Minyoung merangkai nya dengan santai. Dilipat kesana, dilipat kemari, kesana, kemari, dan seterusnya sampai hasil akhirnya memang membuat penjaga toko tersebut kagum melihatnya.

 

“ini, ahjussi. Bagaimana?” tanya minyoung dengan pasti.

 

“wow, mengesankan. Kamu merangkainya dengan amat sangat bagus. Aku tidak pernah melihat rangkaian bunga yang seperti ini. Selamat, anda diterima bekerja disini.” Kata penjaga toko.

 

“wahh… gamsahamnida, ahjussi.” Kata minyoung sangat gembira seraya menundukkan kepala kepada penjaga toko berkali-kali.

 

“kapan aku bisa mulai bekerja disini?” tanya minyoung.

 

“besuk jam sepuluh pagi kau sudah bisa mulai bekerja.” Kata penjaga toko, (kita mulai saja dengan ahjussi)

 

“baiklah. Kalau begitu, Aku pulang dulu, ne? Gamsahamnida.” Kata minyoung keluar dari toko. Ahjussi hanya menjawab dengan tersenyum.

.

.

.

.

.

.

.

.

“bagaimana dengan lamaran pekerjaanmu, oppa? Apakah sukses?” tanya minyoung setelah melihat luhan pulang dari lamaran pekerjaannya.

 

“ne. Oppa diterima menjadi karyawan kantoran dikantor sana. Dekat dengan toko-toko. Disebelah toko bunga tepatnya.” Kata luhan senang.

 

“toko bunga? Apakah toko bunga itu mempunyai jendela dua dan besar?” tanya minyoung.

 

“ne. Memangnya ada apa, Yeobo?” tanya luhan penasaran.

 

“aku bekerja ditoko bunga itu sekarang. Berarti kita searah.^^” kata minyoung.

 

“Jinjjayo? Chukkae yeobo. Kau diterima disana.” Kata luhan.

.

.

.

.

.

Malam ini, mereka mendapat suatu kebahagiaan. .

.

.

.

.

.

.

3 bulan kemudian.

.

.

.

.

Hari minggu tepat Minyoung, Luhan dan ahjumma membuat janji. Janji untuk melunasi kekurangan Minyoung dan Luhan.

 

“kenapa ahjumma tidak datang? Apa kita harus datang kepadanya?” tanya Minyoung yang mulai gelisah.

 

“aneh sekali kau ini. kenapa kau gelisah? Bukankah kau benci pada ahjumma yang kau bilang tidak bisa berhenti berbicara itu?” tanya Luhan.

 

“aniyo.. ini sudah 3 bulan. Dan biasanya ahjumma akan datang bahkan pagi-pagi sekali. Tapi hari ini? aneh sekali.” Uacp Minyoung yang terus saja gelisah.

 

“kalau begitu, kita datang saja ke rumahnya.” Ajak Luhan.

.

.

.

“ahjumma.. apa kau ada di rumah?” teriak Minyoung sambil mengetuk pintunya.

 

“sebentar..” teriak seseorang yang jelas bukan suara seorang yeoja paruh baya. Minyoung dan Luhan menatap asing dengan orang yang sedang membuka pintu itu.

 

“chogiyo.. neo.. nuguya?” tanya namja itu.

.

.

.

.

.

.

TBC

1 comments on “Please Believe Me! [1/2]

Harap Coment... (T_T)